|

Musikalitas dan Leadership


Musikalitas dan Leadership
Oleh : Nimon

Suatu pandangan teoritik terhadap Marching Percussion Indonesia

“The common problems of this two bands are leadership”
(Jonathan Fox; ketika membuka komentar di saat masa komentar babak final drumbattle DMC 2009 antara The Beaters Vs BC)

Setiap acara besar marching band seperti GPMB dan DMC, pasti tersisa makna positif yang bisa dipetik. Belum lama GPMB 2008 dan DMC 2009 berakhir, tetapi menurut pandangan saya begitu banyak ilmu yang bisa diserap dari kegiatan ini. Dalam hal ini saya lebih membahas ke masalah ilmu marching band. Semua pembahasan dalam artikel kali ini berangkat dari kutipan komentar Jon Fox.

SKILL ADALAH SEGALANYA

Leadership yang dimaksud Jon Fox disini lebih ke organisasi musik, alias komposisi musik.

Seperti umumnya pandangan para perkusionis marching Indonesia, skill adalah segalanya. Dan tidak bisa dipungkiri ada orang-orang yang menstratakan tingkat skill sesuai dengan alat yang dipegangnya. Biasanya sesuai urutan yang paling atas adalah, Snare Drum, Tenor, Bass Drum dan yang paling bawah adalah marching cymbal. Banyak orang yang akan bangga sekali bila ditempatkan di snare drum atau merasa sebaliknya bila ditempatkan di marching cymbal.

Tetapi kita harus memahami dulu definisi dari skill tersebut. Skill atau keahlian menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah kemampuan yang mendalam terhadap bidang tertentu. Disini tertulis kemampuan yang mendalam, yang berarti kalo kita hubungkan dengan konsep marching band adalah pengetahuan mendalam dari segala aspek baik musikalitas maupun visual tidak hanya pengetahuan rudimental semata.

Pada dasarnya skill musik pada marching percussion terdapat dalam beberapa aspek , dalam hal ini saya berasumsi semua unit mempunyai skill rudimental yang sama rata. Beberapa diantaranya :

  • Efektifitas skill tersebut
    Jim Casella pernah bercerita tentang bagaimana dia dulu menyeleksi penempatan snare drum di Santa Clara Vanguard. Konsep dasarnya adalah dia tidak perduli seberapa banyak not, rudiment dan visual yang kalian peragakan tapi kalau itu diluar konteks musikal, ‘it’s nothing’.
  • Penempatan
    Terkadang kita ingin mengeluarkan semua skill dan kemampuan kita pada seluruh lagu, tetapi bila berada di tempat yang salah, maka skill itu tidak akan bersinar. Dalam hal ini kita harus kembali pada konsep dasar; musikalitas. Skill yang baik dapat maksimal pada tempat yang tepat saja. Konsepnya kembali ke sifat dasar alami manusia, yang bila ‘terlalu’ akan jadi tidak menarik. Berarti ‘terlalu’ banyak skill yang ditonjolkan maka secara alami itu tidak akan jadi menarik alias monoton. Penempatan ini juga berhubungan dengan posisi display. Bagaimana mungkin skill cymbal akan dilihat juri kalau dia berada di belakang bass drum.
  • Keseragaman materi skill antar section
    Dalam hal ini sangat penting untuk pelatih menyeragamkan skill semua lini agar tidak terjadi ketimpangan sehingga harmonisasi tercipta.
    Pada dasarnya semua berangkat dari snare drum yang match grip, setelah dipecah ke beberapa seksi, maka masing-masing mengembangkan keahliannya di seksi masing-masing. Paradigma snare drum adalah yang paling hebat membuat stagnansi kemampuan alat di seksi lain seperti tenor, bass drum dan marching cymbal.

JURI
Nah, dalam pandangan saya skill memang segalanya, tapi skill yang bagaimana yang segalanya? Skill yang mencakup semua aspek diatas. Bukan hanya skill rudimental yang tak terkonsep ataupun skill yang hanya membela ego orang tertentu bukan kepentingan tim. Bila hanya snare drum yang beraksi terus menerus memamerkan skill-nya berarti secara tim mereka gagal.

Hal seperti ini sering terjadi di dunia per-marching band-an Indonesia. Suatu tim bisa mendapat nilai perkusi tinggi sekali hanya karena snare drum-nya sangat menonjol dalam segi skill rudimental. Kemampuan skill snare drum yang menakjubkan tersebut membuat seksi lain seperti tenor, bass drum, cymbal dan pit section tertutupi atau tidak begitu diperhatikan untuk dinilai. Begitu juga sebaliknya. So pathaetic that kind of judge!(James Ancona)

Pandangan juri yang seperti ini yang membuat stagnansi seksi lain. Karena seksi lain kurang dievaluasi. Akibatnya kepentingan tim perkusi secara utuh tidak begitu dihargai, dan ini sangat melenceng dari konsep dasar musikal dan bisa sangat berpengaruh buruk terhadap perkembangan tim perkusi yang seharusnya satu kekuatan yang solid tanpa ada ego skill antar seksi.

Juri sangat berperan penting dalam pemahaman paradigma perkusi yang musikal dan berkualitas. Namun terkadang perkembangan pengetahuan juri kalah oleh peserta yang dinilainya.

MUSIKALITAS
Setelah pemaparan beberapa aspek diatas, ada satu benang merah diantaranya, yaitu musikalitas yang ensemble dan harmonis.

Musikalitas tercipta dari kematangan konsep dan komposisi musik. Komposisi musik yang baik tercipta dari beberapa aspek juga, yaitu:

  • Yang mempunyai alur cerita dan kerangka komposisi yang teratur
    Komposisi dasar biasanya mempunyai, intro, isi lagu, jembatan transisi, reff., closer. Tujuan utamanya adalah untuk menyampaikan pesan lagu dan konsep dengan baik dan jelas. Penggambarannya seperti ini : Bila ada seseorang menyerang kita secara mendadak tanpa basa basi, kita otomatis akan bersikap bertahan dan penasaran disaat penyerangan terjadi. Akibatnya adalah penyerangan tersebut hanya terasa pada saat itu saja tanpa dikenang lama, dan mental penasaran kita akan terkumpul untuk melakukan serangan balik. Tetapi bila kita menyerang dengan konsep dan komposisi yang jelas, maka serangan itu akan dikenang lama karena kita memainkan mental dan emosi lawan, sehingga serangan itu menancap di hati.
  • Yang bisa menciptakan efek suara atau mempertahankan efek suara
    Originalitas sangat dihargai dalam aspek ini. Ide adalah sesuatu yang tidak bisa dihargai hanya dengan nilai materi.
    Bila efek suara tercipta dan bisa dimengerti dengan jelas hanya dengan menggunakan peralatan marching percussion menurut saya itu sangat original. Contohnya, suara gendang, suara pukulan, tembakan, suara besi berderit, suara rel, suara beatbox dan lain sebagainya. Efek suara ini berperan sangat penting dalam pencapaian emosional pada efek musik.
    Komposisi perkusi yangmerupakan perpaduan antara rhytmitik dan melodius juga berperan penting dalam kenyamanan pendengar sehingga akhirnya tercipta efek musik yang berkesan.
  • Organisasi music yang saling bersinergi
    Kata lainnya adalah harmonisasi antar seksi sehingga tercipta ensemble yang berkesan.
    Dalam hal ini keterlibatan antar seksi dimaksimalkan seimbang. Tidak ada yang menonjol sehingga menjadi satu kesatuan yang kuat dalam menggempur lawan. Yang ditonjolkan adalah kekuatan tim.
  • Klimaks
    Lagu yang baik adalah yang mempunyai klimaks agar emosi yang penasaran tadi dapat mendapatkan jawaban dan puas.
    Klimaks sering disalah artikan sebagai closer, atau disalah artikan sebagai sesuatu yang berakhir keras dan megah.
    Klimaks adalah sesuatu yang merupakan jawaban dari gejolak penasaran emosi penonton tadi. Sesuatu yang bisa membuat emosi sedikit lega. Sesuatu yang cukup kuat dirasakan dalam bagian lagu. Klimaks bisa berdinamika keras ataupun lembut. Klimaks biasanya terdapat diantara 2/3 dari lagu. Sedangkan Closer atau sisa dari 2/3 tadi adalah penegas klimaks. Musik yang baik dan bisa dinikmati biasanya mempunyai klimaks di antara 2/3 lagunya. Coba perhatikan! Terutama musik klasik yang melegenda.
  • Tension Bow
    Dalam menciptakan satu komposisi kita harus memikirkan untuk memainkan emosi penonton. Ini diperlukan agar tidak terjadi monoton dalam satu komposisi. Untuk itu sesuai dengan kerangka lagu, kita harus masukkan tipe aransemen yang sesuai dengan grafik tensinya. Pengulangan tensi yang sama akan memicu kemonotonan.
    Caranya adalah berbekal kerangka lagu, kita harus langsung buat grafik tensi, sehingga emosi penonton terus bergejolak dan penasaran karena mendapatkan tensi yang berbeda tiap bagiannya.
    Tension bow sangat berguna untuk mewujudkan aspek-aspek diatas.

LEADERSHIP
Setelah memahami pemaparan diatas baru kita bisa mengerti sekali apa maksud dari komentar Jon Fox .
Marching Percussion adalah alat musik. Jadi mainkanlah dengan musikalitas yang baik agar namanya tetap menjadi alat music.

Konsep musikalitas diatas harus diterapkan dalam membuat komposisi Marching Percussion, baik di individual contest, drumbattle, percussion contest maupun bermain secara full team.

Masing-masing mempunyai tingkat kesulitan tersendiri, tergantung bagaimana kita menyikapinya secara konsep-konsep dasar musikal tidak hanya sekedar kemampuan rudimental. Peran pembuat materi sangat tinggi disini.

Leadership : Dalam suatu pagelaran batterie percussion kendali utama dibagi rata ke setiap seksi untuk menonjolkan harmonisasi tim. Konsep dasarnya adalah mengenyampingkan ego antar seksi .

Maksud kendali utama adalah, ada saatnya bass drum yang beraksi dan seksi lain menjadi pendukungnya, ada saatnya tenor yang menyerang dan seksi lain back up, begitu seterusnya. Keadaan ini dirancang sedemikian rupa dengan konsep yang matang berdasarkan teori dasar musikalitas tadi. Itu yang terbaik.

Dengan menghilangkan strata skill di batterie percussion maka siapa aja bisa menjadi pemimpin dalam satu pagelaran. Dan pada akhirnya komunikasi antar seksi akan tercipta sehingga koordinasi pun lancar.

Keterlibatan antar seksi juga adil dan merata, dan pada akhirnya yang menentukan terbaik antar tim bukanlah masalah ‘sepele’ seperti leadership, skill, visual, dan lain sebagainya, tetapi adalah eksekusi di lapangan.

Yang bisa memunculkan efek musik dan visual secara konstan, yang bisa mempertahankan grafik, konsep dan alur lagu, yang bisa menjaga emosi tapi stabil membuat emosi lawan atau penonton bergejolak, yang bisa mendapatkan klimakslah yang terbaik.

Mungkin langkah awal yang bisa kita lakukan adalah :
1. Pahami lagi konsep skill dan musikalitas
2. Jangan terpaku hanya kepada snare drum saja dalam exploitasi ego skill.
3. Pahamilah! Setiap seksi mempunyai keunikan skill masing-masing yang bisa dieksploitasi secara mengesankan.
4. Lebih digali lagi pengetahuan terhadap seksi yang lain dengan syarat tidak boleh anggap remeh terhadap seksi yang lain.
5. Jangan beralasan karena pelatih adalah mantan pemain snare drum sehingga exploitasi snare drum terjadi.
6. Jangan beralasan karena hanya paham dan nge-fans dengan snare drum, seksi lain jadi kurang diperhatikan dalam memaksimalkan ilmu dan skillnya.
7. Mainkanlah Marching Percussion-mu sebagai alat musik dan sesuai dengan konsep dasar musik bukan sebagai alat untuk menunjukkan ego skill rudimentalmu.

Demikianlah pemaparan ini sebagai suatu pandangan saya terhadap keadaan perkusi Indonesia. Pandangan ini merupakan kumpulan hasil dari obrolan dengan orang-orang hebat di bidang perkusi maupun musik secara keseluruhan, diantaranya : Jonathan Fox, Kosin, James Ancona, Jim Casella, Ralph hardimon, Andy Dougharty dan Eric Awuy. Semoga dapat berguna!! Keep on Music!! Viva Marching Band Indonesia!!


Baca juga :

Short URL: https://trendmarching.or.id/read/?p=1113

Posted by on Mar 2 2009. Filed under Battery, Hornline, News, Pit. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Leave a Reply


Recently Commented