Yamaha All Thailand Marching Band Competition IX-2004
Lomba diadakan pada 18-19-20 Desember 2004, bertempat di National Stadium di tengah kota Bangkok, bersebelahan dengan pusat belanja Ma Boon Krong (MBK) yang sangat tersohor, berdekatan pula dengan BTS sky train station, sehingga mudah-murah-nyaman dijangkau dari sudut kota mana saja.
National Stadium yang dipergunakan untuk lomba marching band adalah out door stadium, berukuran lebih kurang seperti Stadion Madya Senayan Jakarta, namun dengan tribun penonton yang melingkar seperti Stadion Utama Senayan.
Sesungguhnya ini adalah lomba antar sekolah, dibagil dalam beberapa divisi/kategori. Pembagian divisi ini selintas mirip berdasarkan jenjang pendidikan setingkat SD-SMP-SMA di Indonesia.
Pembagian divisinya :
1. Dibawah atau sampai dengan usia 12 tahun, diikuti 3 sekolah.
2. Dibawah atau sampai dengan usia 15 tahun, diikuti 6 sekolah.
3. Dibawah atau sampai dengan usia 18 tahun, diikuti 14 sekolah.
Semua peserta sudah memiliki peralatan yang cukup memadai, peserta di bawah 12 tahun juga sudah memakai brass. Pit instrument cukup lengkap, bahkan banyak peserta memiliki pit yang sangat semarak dan komplit. Diantara 23 peserta, tercatat 2 peserta saja yang tidak memiliki pit instrument dan 1 peserta tidak memiliki pasukan colour guard. Accessories pendukung sungguh dipersiapkan dengan baik, bendera berbagai ukuran dan model-warna, rifle, sabre dan ‘seabreg’ lainnya dipersembahkan ke tengah pagelaran.
Di hari 1 dan 2, semua peserta tampil di babak penyisihan, acara dimulai jam 16.00 waktu setempat (sama dengan waktu di wwib) dan berakhir sekitar pukul 21.00. Di hari ketiga, tampillah ke 9 finalis : 2 terbaik dari divisi 1, 2 terbaik dari divisi 2, dan 5 terbaik dari divisi 3.
Sebagian besar penonton datang dari teman-teman sekolah, orang tua pemain, guru-guru, mereka duduk berkelompok di beberapa tempat terpisah di berbagai sudut tribun stadion. Suasana sungguh semarak dan penuh keriangan. Dukungan pemicu semangat secara sportif senantiasa terdengar melalui tepuk tangan dan jeritan yang bergemuruh.
Yamaha sebagai produsen alat musik terkemuka dunia, melalui perwakilannya di Thailand, sungguh sangat serius mendukung perkembangan dunia marching band di negara ini. Terbukti sudah sembilan kali, lomba seperti ini digelar dengan sukses, dan menjadi tolak ukur prestasi bagi band-band sekolah di seantero Thailand.
Tidak kurang pula, dalam hal penjurian, Yamaha mendatangkan beberapa pakar dari USA dan Jepang untuk memberikan penilaian : (semuanya pria)
1. Jeffry Moore dari Madison Scouts (pernah memberikan clinic di Jakarta).
2. Anthony W.Rother dari Madison Scouts.
3. Joseph Bowman, Master of Music dari Arizona State University
4. Uichi Kajayama dari Concordia University, pernah bermain di Cavaliers.
5. Koichiro Kinoshita dari All Japan Marching Band and Baton Twirling.
6. Nara, Music Director Kasetsart University Wind Symphony.
DCI memberikan pengaruh yang luar biasa kuat bagi ciri perkembangan marching band di Thailand dewasa ini, selintas itu yang berhasil direkam selama lomba berlangsung, mulai dari uniform, repertoire sehingga show concept, mereka berusaha mati-matian mengadaptasi dari DCI.
Uniform Blue Devils dan Cavaliers menjadi fovarit bagi banyak band di Thailand. Untuk sedikit membedakannya, mereka mengganti warna atau topi atau menambah accessories di sana-sini.
Dalam hal lapangan lomba pun mereka sampai rela menyulap lapangan sepak bola menjadi seperti lapangan lomba di arena DCI dengan garis-garis vertikal, jikalau ada perbedaan, Thailand mengadaptasinya dengan sedikit tambahan cirri dari Jepang, yaitu memberikan garis kecil horizontal di beberapa titik garis vertical.
Beberapa repertoire menarik yang ditampilkan diantaranya : Prince of Egypt, Final Fantasy, Selection from Classical, Fire Bird, Gladiator, Selection from Modern Dog, Malaguena, Tradition for New Era, Distorted-Reve Rouge-Urban-A La Lune, Trivandrums-Pachelbel Canon-Rondo, The Variation of Emotional : blue-green-red.
Penampilan peserta untuk kategori 1 dan 2 tidaklah terlalu istimewa. Masih dijumpai adanya kekurangan di sana-sini. Yang menjadi sangat menarik adalah menyaksikan peserta di kategori di bawah usia 18 (divisi 3).
Ada 7 unit peserta divisi 3 yang tampil sangat mempesona. Mereka sudah menampilkan tehnik yang jauh di atas rata-rata, sehingga problema tiupan/pukulan/drill/maneuver standar sudah berhasil mereka atasi dengan baik. Namun sayang, hanya 5 unit band saja yang boleh tampil di babak final, yaitu :
1. Attsumchan Sriracha School
2. Attawitphanitchayakran School
3. Josephupathan School
4. Bodintrondacha School
5. Benjamaborpit School
Sangat menarik ketika finalis tsb menampilkan hal terbaik yang dimilikinya, sudah tidak ditemukan lagi usaha-usaha untuk menutupi kekurangan yang dimiliki, yang tinggal hanya adu kreativitas.
Ketika band peserta sudah mencapai level seperti ini, dibutuhkan ke piawaian juri untuk menilainya, tidak percuma Yamaha mendatangkan juri-juri yang memang pakar di bidangnya.
Ketika berhadapan dengan lawan-lawan yang memang sebanding di kelasnya, ternyata kepiawaian masalah tehnis saja tidaklah mencukupi. Ke 5 band tsb sudah menampilkan tingkat kesulitan yang tinggi untuk hal tiup/perkusi/drill/maneuver/colour guard.
Secara konsisten musik tergarap baik dengan banyak imajinasi, memperhatikan penataan lagu, harmoni, orkestrasi, dinamika yang tepat sepanjang penampilan. Koordinasi brass dan perkusi sangat baik, dan sering terlihat pencapaian tingkat tinggi.
Ketika ke 5 unit band tersebut menampilkan tiupan-tiupan yang sama sulitnya, pukulan yang sama rumitnya dan sama nyaris sempurnanya, ketika sudah tidak dijumpai lagi masalah pada display dan marching, kecerdikan sang show conceptor memberikan final result-nya.
Ada band yang terjebak dengan masalah tehnis semata, band ini menampilkan tehnis yang sangat baik, tapi show concept-nya tidak tertata rapi, tidak ada kesan, tidak ada cerita yang berhasil disampaikan, tidak ada klimaks yang berhasil di capai, alhasil penampilannya membosankan.
Namun sebaliknya, ada band yang focus hanya pada show saja, sehingga terkesan memaksa dan ‘menempelkan’ segala sesuatu, sehingga fungsi dan tugas pemain tidak terlibat secara emosional, konsentrasi dan semangat datang-pergi tidak teratur.
2 Finalis terakhir sangat memberikan kesan bagi kebanyakan penonton (saya berkeyakinan juri pun demikian) yaitu : Benjamaborpit dan Bodintrondacha. Sulit untuk menentukan siapakah diantara ke duanya yang lebih baik ? Masing-masing unit menyajikan kelebihan yang berbeda, dan sulit menemukan kelemahan di antara ke duanya.
Kembali kelihaian dan kejelian juri dipertaruhkan dalam menghadapi hal ini, bagaimana memilih yang terbaik diantara band yang memiliki kemampuan dan kemahiran permainan musik yang sebanding?, Dimana di saat-saat tertentu menampilkan kejutan dan visualisasi yang tak terduga, dan akhirnya secara emosional pemirsa terlibat di dalamnya, karena pertunjukan yang menawan, mengesankan dan sangat menghibur.
Memang tidak mudah untuk memberikan penilaian bagi dewan juri, bagaimana dalam waktu maksimal 12 menit berhasil menarik simpati juri, memberikan kenyakinan kepada juri, membangun emosional, memberikan kesan dan sekaligus menghibur. 2 band finalis tersebut sepetinya sulit untuk dipisahkan,namun karena Thailand tidak mengenal juara kembar (tie) seperti di DCI, setelah melalui pertimbangan banyak hal tentunya, akhirnya : Bodintrondacha School berhasil keluar sebagai yang terbaik di tahun 2004.
Selama berlangsungnya lomba, sempat juga terlintas pertanyaan : bagaimana Thailand mampu mencapai taraf sehebat seperti hari ini ? Masih belum lupa dari ingatan, bahwa di tahun 80-an, salah seorang pakar marching band Indonesia, yaitu Kak Budi Nurdanadarma dari Gita Wibawa Bhakti DC Jakarta, pernah mengukir sejarah datang ke Bangkok dan melatih di sana beberapa bulan, bahkan ada satu band dari Thailand ikut serta dalam KTDJ (Kejuaraan Terbuka Drum Band Jakarta) atas jasa beliau pula.
Ternyata dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, Thailand bekerja keras dalam membangun dunia marching band, pelbagai produsen instrument terkenal mendatangkan clinician secara berkala, seperti Thom Hannum dari Pearl, Jeffry Moore dari Yamaha dan masih banyak lagi.
Ketika beberapa pemain dari Tarakanita dan Santa Ursula pernah mengirimkan beberapa pemainnya untuk bergabung dengan Bandettes-USA untuk ikut berlaga di DCI, beberapa pemain dari Thailand pun tidak mau ketinggalan untuk mengirimkan beberapa pemainnya di Madison Scouts. Sekembalinya dari DCI, mereka membagi ilmunya kepada teman-teman di tanah airnya.
Aimachi Marching Band
Yamaha sebagai pihak penyelenggara juga tidak lepas dari urusan dagang dan juga menjual image-nya. Disamping mendatangkan juri-juri hebat, Yamaha juga mendatangkan bintang tamu yang memikat dari Jepang : Aimachi Marching Band. Band ini sangat terkenal di Jepang dan menjuarai beberapa kali Japan Baton Twirling Championship di Bodokan Tokyo.
Tentu saja, semua instrument yang dipergunakan Aimachi adalah Yamaha.
Aimachi mempersiapkan dirinya dengan baik sekali, bahkan sepertinya semua aspek diperhitungkan matang-matang olehnya. Aimachi seperti sudah sadar akan kehebatan band peserta tuan rumah. Aimachi berjuang untuk tampil lebih baik dibandingkan band peserta tuan rumah.
Tidak tanggung-tanggung, Aimachi tampil dengan 70 brass, 28 percussion, 24 colour guard dan sekitar 20 pit (4 marimba, 4vibraphone, 3xylophone dll).
Aimachi tampil dengan musik yang sangat tertata rapi dan sempurna, namun karena berusaha tampil dengan ekstra hati-hati, mereka seperti terlihat bermain tidak lepas (sedikit ada tekanan), namun colour guard-nya luar biasa indah. Tampil dengan 24 gadis cantik nan attractive, menjadikan penampilan mereka sangat menarik dan menghibur.
Sungguh berbahagia rasanya bisa menyaksikan secara langsung lomba marching band di negara tetangga ini. Selama ini, hanya tergambar bahwa Jepang-lah satu-satunya negara yang paling maju dalam dunia marching band di Asia, di luar Taipei dan Indonesia tentunya, tapi ternyata …. Thailand begitu pesat kemajuannya.
Sedikit berandai-andai, apabila ada lomba atau apa pun judulnya antara sesama group marching band dari beberapa negara di Asia, tentulah akan menjadi sangat menarik dan menawan, apalagi bila itu memungkinkan diselenggarakan di Indonesia sebagai tuan rumah.
Sampai jumpa di lain kesempatan.
Keep on marching !
Herry Subrata melaporkan dari Bangkok – Thailand.
Dokumentasi Foto Yamaha All Thailand Marching Band Competition………………….next
Related posts:
Short URL: https://trendmarching.or.id/read/?p=181