UNBELIEVABLE RESULT !!!
Sungguh suatu hasil yang tidak dapat dipercaya, Marching Band Bontang PKT kalah bersaing dengan Sultanah Asma Marching Band (Malaysia) yang tampil dengan peralatan Woodwind & Brass Instrument, Perkusi secukupnya (hanya untuk pengiring saja, main beat pattern sepanjang lagu), 1 buah Marching Bells (Tanpa Pit Instrument) dan Tanpa Color guard, Aneh bin Ajaib, walaupun memang Sultanah Asma tampil bagus dan rapih, baik musik maupun displaynya sesuai kelas mereka. Bayangkan, hasil Grand Final KLWMBC 2007 kemarin menempatkan Sultanah Asma Marching Band di posisi 1st Runner Up dengan total nilai 91.90, selisih 1.20 point dari Bodindecha Marching Band (Thailand) yang merebut gelar Champion KLWMBC 2007 dengan total nilai 93.10, dan selisih 1.62 point dengan Marching Band Bontang PKT (Indonesia) yang berada di posisi 2nd Runner Up dengan total nilai 90.28.
Marching Band Bontang PKT yang tampil terakhir pada Preliminary Round III, Jum’at 14 Desember 2007 malam sebelumnya, sebenarnya tampil bagus, hanya saja karena pada sore harinya Kuala Lumpur diguyur hujan yang cukup lebat, lapangan Stadium Merdeka yang ditutupi lantai beton seluas 114 m x 71 m menjadi licin, lantai beton menjadi tidak stabil, ibaratnya kita menginjak lantai yang belum disemen, pasti tidak akan stabil, kalau kita menginjaknya di bagian ujung sebelah kiri lantai, maka bagian sebelah kanan akan terangkat. Hal ini tentu saja sangat mengganggu pemain yang sedang tampil, apalagi pada bagian-bagian tertentu dari display MB. Bontang PKT mengharuskan para pemainnya bermain sambil berlari. Pada kenyataannya, kecelakaan itu benar-benar terjadi, ada sekitar 4-5 orang pemain Bontang PKT yang terjatuh hampir secara beruntun. Kecelakaan itu mengakibatkan para pemain Bontang PKT ‘down’ secara mental, kehilangan konsentrasi, para pemainpun menjadi lebih memperhatikan langkah kakinya karena takut terjatuh. Akibatnya penampilan Marching Band Bontang PKT mengalami penurunan, ada bagian-bagian lagu dan display yang tidak dapat dieksekusi dengan baik oleh para pemainnya. Tetapi walaupun demikian, kami dan para penonton lainnya di Stadium Merdeka, menganggap bahwa pada malam itu Marching Band Bontang PKT adalah yang terbaik dari peserta lainnya.
Tapi anehnya, Sultanah Asma yang tampil tanpa Pit Instrument dan Color guard justru memperoleh hasil yang lebih baik dari Bontang PKT. Sultanah Asma memperoleh nilai 90.70 sedangkan Bontang PKT memperoleh nilai 90.05, selisih hanya 0.65 point saja. Tentu saja kami jadi terheran-heran campur bingung, Koq bisa mereka mengungguli Bontang PKT yang tampil full team, powerful, tingkat kesulitan yang lebih tinggi, penuh gereget di semua section baik musik maupun displaynya ? Sultanah Asma memang tampil bagus dan rapi, Gaya penampilan mereka persis seperti marching band dari Jepang yang mengandalkan teknik marching & maneuvering yang baik, lebih banyak memainkan teknik haluan, menggeser bentuk ke kiri atau ke kanan, sedikit visual, haluan lagi dan seterusnya hingga akhir lagu, sepertinya mereka tidak pernah berhenti bergerak, mereka juga memainkan 1 lagu penuh secara concert (diam ditempat). Malam itu kami pulang ke hotel dengan seribu tanda tanya, tak henti-hentinya kami mendiskusikan hasil malam itu.
Keesokan harinya, Sabtu siang 15 Desember 2007 di lapangan sepak bola Victoria Institution, pada kesempatan latihan terakhir Marching Band Bontang PKT, kami sempat berdiskusi panjang lebar dengan Rene Conway tentang hasil Preliminary Round III, yang menempatkan Marching Band Bontang PKT di posisi ke-2, dibawah Sultanah Asma Marching Band, dengan selisih kurang dari 1 point saja. Dari pembicaraan tersebut diperoleh keterangan bahwa kebanyakan Juri KLWMBC mempunyai latar belakang Orchestra, yang tidak begitu suka dengan karakter musik DCI seperti yang dibawakan oleh PKT, yang dianggapnya terlalu keras dan kotor, mereka lebih menyukai permainan harmoni dan dinamika yang kontras seperti yang dimainkan oleh Sultanah Asma. Mereka dengan cerdiknya memainkan peralatan woodwind/reed instrument pada bagian lagu yang lembut (piano), dan memainkan alat brass pada bagian lagu yang keras (fortessimo), dinamika lagu menjadi sangat jelas perbedaannya antara bagian lagu yang lembut dengan yang keras. Lagu-lagu yang dimainkannyapun sebenarnya biasa-biasa saja, easy listening, tingkat kesulitan rendah, mudah dicerna, nyaris nggak ada geregetnya. Siang hari itu, sesuai dengan anjuran Juri KLWMBC 2007, Marching Band Bontang PKT sedang berjuang keras menurunkan volume lagunya menjadi lebih lembut dan tidak begitu keras, memperbaiki beberapa bagian display yang memiliki resiko jatuhnya pemain pada saat tampil, dengan sisa waktu yang sangat sempit, ini memang pekerjaan yang berat untuk PKT, rasanya lebih mudah untuk meningkatkan volume suara dibandingkan menurunkan volume suara, ibaratnya kita sudah terbiasa ngebut dijalan tetapi sekarang terpaksa harus menjadi lebih pelan. Namun segala upaya dan kerja keras sudah dilaksanakan oleh para pemain dan pelatih MB. Bontang PKT untuk bisa tampil lebih baik lagi di Grand Final pada malam harinya.
Sebelum Grand Final dimulai, kami sempat memperoleh keterangan bahwa pada sistem penilaian WAMSB (World Association Of Marching Show Band), mereka hanya menilai yang ada pada band yang sedang tampil dan tidak menilai yang tidak ada pada band yang sedang tampil. Keterangan itu sedikit memberi jawaban mengapa Sultanah Asma Marching Band yang tampil tanpa pit instrument dan color guard bisa memperoleh nilai yang lebih baik dari MB. Bontang PKT, walaupun keterangan itu justru membuat kami jadi lebih bingung, logikanya apabila suatu band tampil full team dengan pit instrument dan color guard, nilai yang diperolehnya semestinya lebih tinggi dibandingkan band yang tampil tanpa pit instrument dan color guard (menurut logika kita, karena mereka tidak lengkap pastilah nilainya lebih rendah), dengan tidak adanya color guard, pasti akan berpengaruh terhadap penilaian visual atau general effect. Akan tetapi pada penilaian WAMSB hal itu tidak berlaku, lihatlah definisi marching band peserta berdasarkan peraturan WAMSB dibawah ini :
Form (Based on band structure)
Form 1: WO – Without auxiliary or pit
Form 2: WA – With auxiliary
Form 3: WP – With pit
Form 4: WB – With auxiliary & pit
(diambil dari Marching Show Band Definition, WAMSB, halaman 1)
Dengan kata lain, band peserta bisa saja tampil tanpa menggunakan Pit Instrument dan Color guard untuk bertanding dengan band peserta yang tampil full team dengan Pit Instrument dan Color guard, tanpa ada rasa takut nilai yang akan diperolehnya akan berkurang atau lebih kecil dari band peserta yang full team tersebut.
Hal yang lebih membingungkan lagi dari peraturan WAMSB ini adalah tidak adanya pembagian divisi yang jelas berdasarkan kesetaraan atau kesamaan latar belakang band peserta. Kalau di GPMB ada pembagian Divisi Sekolah untuk band peserta yang berasal dari sekolah baik tingkat SMA maupun Universitas dan Divisi Umum untuk band peserta yang berasal dari Perusahaan/Instansi Pemerintah atau dari peserta divisi sekolah yang karena alasan tertentu ingin pindah ke divisi umum. Maka di KLWMBC 2007 ini tidak ada pembagian divisi sama sekali, jadinya campur aduk, bayangkan saja, ada band peserta dari tingkat SD diadu dengan band peserta yang lebih senior seperti Victoria, Bodindecha, Sultanah Asma atau Bontang PKT. Ibarat David melawan Goliath, Jelas tidak seimbang. Tapi hal itu nyata terjadi di KLWMBC 2007 ini. Tanpa mempertimbangkan background band-band peserta, para Juri KLWMBC 2007 ini akan menilai dengan menggunakan standar yang sama. Alamak (kata Wong Malaysia), bagaimana mungkin ???
Pada KLWMBC 2007 ini, Dewan Juri terdiri dari sedikitnya 5 orang Juri yang telah diakreditasi oleh World Association of Marching Show Bands. Para juri itu diambil dari beberapa Negara yang berbeda. Para Juri akan diberi tugas berdasarkan sistem penilaian WAMSB berikut ini :
Judge One: |
Technical Merit Music Repertoire |
10 point |
Difficulty & Sustainability |
||
Artistic Impression Music Repertoire |
10 point |
|
Interpretation, Rhythm & Feel |
||
Judge Two: |
Technical Merit Music Performance |
10 point |
Technique. Articulation, |
||
Dynamics. Tempo |
||
Artistic Impression Music Performance |
10 point |
|
Quality of Sound, Timing |
||
Rhythm |
||
Judge Three: |
Technical Merit Form and Style |
10 point |
Technique Proficiency |
||
Development |
||
Artistic Impression Form and Style |
10 point |
|
Music Interpretation & Support |
||
Judge Four: |
Technical Merit Choreography |
10 point |
Structure, Sequence, Coherence |
||
Timing |
||
Artistic Merit Choreography |
10 point |
|
Music Interpretation & Support |
||
Judge Five: |
Technical Merit Show |
10 point |
Integration |
||
Synchronization Of All Units |
||
Artistic Impression Show |
10 point |
|
General Effect |
||
Total Possible Score: |
100 Points |
Dari Sistem Penilaian WAMSB ini, sangat jelas perbedaannya dengan sistem penilaian GPMB yang diadopsi dari sistem penilaian DCI tahun 1994-an. Misalnya Juri No. 1 dan Juri No. 2 diatas bertugas untuk menilai musik, baik music repertoire maupun music performance, tidak ada lagi penilaian untuk horn line dan percussion line, musik yang dimainkan dianggap sebagai satu kesatuan. Walaupun pada Caption Technical Merit Music Repertoire tercantum tentang Difficulty & Sustainability (Tingkat Kesulitan dan Ketahanan), tetapi pada kenyataannya tidak diterapkan dengan baik, contohnya : Musik dari Sultanah Asma yang lebih sederhana dibandingkan dengan Musik MB. Bontang PKT yang memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi, kenyataannya Sultanah Asma meraih The Best Music Repertoire dan The Best Music Performance karena lagu-lagu yang dimainkannya adalah lagu-lagu klasik yang sangat dikenal oleh dewan Juri KLWMBC 2007 ini.
Untuk Penilaian yang dilakukan oleh Juri 3 WAMSB ini, kami belum memperoleh gambaran tentang apa yang sebenarnya mereka nilai dari Sub Caption Technical Merit Form and Style dan Sub Caption Artistic Impression Form and Style ini, apakah soal bentuk-bentuk display ? gaya (style) display ? ataukah apa ? Masih belum jelas tentang caption ini. Tetapi kelihatannya merupakan salah satu caption untuk menilai visual, apakah lebih berat ke Teknik-teknik MM atau Transisi dari satu bentuk ke bentuk lainnya ?
Penilaian Juri 4 WAMSB ini, mungkin bisa kita setarakan dengan penilaian untuk caption Display & Showmanship di GPMB. Sub Caption Technical Merit Choreography ini menilai tentang struktur, urutan, kesatuan dan timing sedangkan Caption Artistic Merit Choreography menilai tentang Music Interpretation dan Support. Nyaris sama tetapi tetap saja berbeda dengan sistem GPMB (ex copy DCI) yang jauh lebih bisa dimengerti oleh para peserta GPMB. Pada Caption ini, kembali Sultanah Asma berhasil meraih The Best Choreography. Menurut kaca mata kita, penampilan Sultanah Asma biasa-biasa saja, Hanya memang MM dan Musiknya bagus sekali.
Penilaian Juri 5 WAMSB ini, mungkin sama dengan penilaian untuk caption General Effect di GPMB. Sub Caption Technical Merit Show ini menilai tentang Integrasi dan Sinkronisasi semua section sedangkan Caption Artistic Impression Show menilai tentang General Effect dari band peserta yang sedang tampil.
Namun anehnya, KLWMBC 2007 mengumumkan The Best Percussion Line yang diraih oleh Bodindecha Marching Band-Thailand, The Best Horn Line yang diraih oleh Sultanah Asma Marching Band-Malaysia, The Best Color guard yang diraih oleh Rajavinidh Bangkhen Marching Band-Thailand, dan The Best Uniform yang diraih oleh St Joseph Miri Marching Band-Malaysia, Bagaimana caranya mereka menetapkan para pemenang itu ? Apakah mereka membuat form penilaian tambahan ? Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa Sistem Penilaian WAMSB tidak konsisten, tidak mampu menilai secara adil dan obyektif, dengan kata lain Tidak Cocok bagi band peserta dari Indonesia yang sudah terbiasa dengan Sistem Penilaian ala DCI, buktinya Sistem Penilaian WAMSB tidak dapat digunakan untuk menilai Percussion Line, Horn Line, Color Guard dan Uniform, sehingga harus dibuat form penilaian tambahan.
Sampai saatnya kami pulang kembali ke Jakarta, diruang tunggu bandara KL, didalam pesawat kami masih “bingung dan pusing” menganalisa apa sebenarnya dan bagaimana sistem penilaian ala WAMSB dilaksanakan secara obyektif karena logika “tidak menilai yang tidak ada” masih tetap menjadi suatu kontradiksi ekstreem yang tidak akan bisa dimengerti dengan baik dan masuk akal kami yang sudah terbiasa dengan sistem penilaian GPMB (diadopsi dari DCI).
Akhirnya kami hanya bisa menyimpulkan secara ringkas dan obyektif bahwa KITA HARUS BANGGA bahwa kita semua di Indonesia memiliki GPMB (dan juga lomba-lomba lainnya) yang telah mengadopsi sistem penilaian ala DCI yang jauh lebih komprehensip, jelas dan bisa dipertanggungjawabkan tanpa meninggalkan tanda tanya besar seperti ketika kami usai menyaksikan dan mendengar pengumuman hasil KLWMBC 2007 di Kuala Lumpur pada hari Jumat 14 Desember dan Grand Final 15 Desember 2007 lalu.
Sampai Jumpa di GPMB XXIII – 2007.
Related posts:
Short URL: https://trendmarching.or.id/read/?p=763