|

Marching Band, Aktivitas Seni nan Mencerdaskan

KabarIndonesia

Hari Sabtu merupakan jadwal tetap bagi Didin Sirojudin, salah satu instruktur marching
band di Jogja, untuk memberikan pelatihan di SMP 1 Sleman. Kegiatan yang telah dijalaninya sejak 2003 dilakukan di berbagai sekolah. Berawal dari alat musik tiup, dirinya kini telah menjadi instruktur yang cukup dicari di Jogja. Soal disiplin dan motivator, Didin jangan ditanya. Hal itu kerap ia terapkan dalam melatih siswa baru.
“Saat ini, tak ikut marching band? Nggak gaul and keren tuh,” katanya dalam setiap pelatihan siswa pemula.

Kata itu, menurutnya, biasanya mendapat balasan berupa sorakan dari peserta yang umumnya anak SMP. Itulah image yang dibangun oleh para pecinta marching band seperti Didin.
Dia sempat teringat masa lalu yang membawanya ke dunia marching band. Saat bergabung
dengan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dirinya mulai melirik kelompok musik yang memainkan irama selaras itu. Perjalanan di dunia marching band dimulainya saat menginjakkan kaki ke semester III pada 1999, atas ajakan rekannya, Slamet.

Kesibukan menjalani kuliah dan praktikum di jurusan Teknik Mesin UNY diabaikannya untuk sesaat. “Aku bisa refreshing saat bermain trumpet,” ujarnya.

Dia mengenang, waktu itu belum ada peraturan khusus untuk menjadi anggota marching band. “Yang penting minat, niat, dan mangkat [berangkat dan tidak suka bolos] langsung dapat menjadi anggota,” kata instruktur marching band
UNY itu. Selain itu, anggota baru berhak memegang peralatan apa saja sesuai keinginan.

Dia mengatakan, sistem pengelolaan atau manajemennya pun dulu tidak sebaik sekarang. Ia mencontohkan, sistem latihan, keuangan, kekompakan, dan peralatan tidak begitu mendukung sehingga menjadikan unit kegiatan siswa ini kurang berkembang.
Kondisi saat ini jauh berbeda. Marching band seolah menjadi tren anak muda masa kini. Hampir setiap sekolah memiliki kegiatan ekstra kurikuler. “Apalagi di universitas pasti ada,” kata Didin. Tak hayal kegiatan ini menjadi
tren gaul anak muda terutama dari kalangan pelajar.

Namun demikian, Didin menyebutkan sebagian sekolah dan perguruan tinggi belum memperhatikan keberadaan marching band.

“Ada sebagian mereka menganggap [marching band] seolah menjadi bagian tersendiri, berdiri sendiri, mengelola sendiri bahkan mencari dana untuk menghidupi organisasinya sendiri,” kata Didin.
Hal senada diamini Jefrizal, pelatih marching band dari Universitas Islam Indonesia UII, Jogja. Rizal mengatakan, “Keberadaan marching band tersebut sangat positif, selain dapat menjunjung tinggi nama sekolah atau perguruan tinggi-nya, jika berprestasi ada kemungkinan dapat menjunjung tinggi nama negara serta menunjang program ekstra kurikuler sekolah atau perguruan tinggi itu.”

Dunia Marching Band

Rizal mengatakan, berdasarkan sejarahnya, marching band lahir pada pasca Perang Dunia II. Bermula dari prakarsa para veteran PD II yang mengenang sikap patriotisme para pejuang. Bersama dengan generasi muda yang ada di lingkungannya, mereka membentuk korps musik dengan memainkan lagu-lagu mars nostalgia perang sambil berparade keliling kota dalam acara-acara seremonial maupun perayaan.

Kini, marching band kian berkembang dan menjadi sebuah kegiatan yang sangat positif dan tidak hanya terbatas pada kegiatan parade saja. Marching band sudah merupakan jenis musik hiburan atau entertain musical show yang kaya akan warna-warna artistikal, baik musikal maupun visual.

Oleh karenanya, mereka, anggota marching band tidak terbatas memainkan lagu-lagu mars, lagu-lagu pop, jazz dan lagu-lagu klasik. Lagu opera pun kini menjadi bagian dari program musical mereka. Dalam tuntutan perkembangannya, mereka terus menerus mengembangkan teknik yang lebih tinggi. Sehingga tak heran, hasil karya marching band ini menjadi penyeimbang fungsi otak manusia.

“Ikut marching band dapat menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri,” kata Rizal. Seperti diketahui fungsi otak belahan kiri memiliki peranan memengaruhi kemampuan membaca, menghitung, menulis, berkomunikasi secara verbal atau bahasa.
Fungsi belahan otak sebelah kanan mengatur kemampuan untuk kreatif atau berimajinasi.

“Jika seseorang sulit berkhayal, itu pertanda orang tersebut jarang menggunakan otak kanannya,” ujar Rizal. Dia menambahkan, menurut para neurolog, kunci seorang untuk cerdas dan kreatif adalah mau dan mampu mengupayakan otak kiri dan kanan berfungsi secara optimal dan seimbang. Karena alasan ini, otak kiri maupun kanan harus dilatih sesering mungkin.

Dari sisi defenisi marching band adalah merupakan kegiatan ekstra kurikuler dalam melatih otak belahan kanan. Dari kegiatannya yang terbagi dua bagian yang tidak terpisahkan itu antara musikal dan visual, kegiatan marching band merupakan yang lebih kompleks dibandingkan kegiatan lainnya.

Tujuan utama pembinaan marching band salah satunya pembinaan kewiraan, watak melalui nilai-nilai musikal, dan budaya hingga meningkatkan kecerdasan dan budaya disiplin yang bertanggung jawab.

Kegiatan itu dimainkan sesuai dengan porsi anggota team. Dari kelompok kecil (sectional) hingga kelompok besarnya (korps), mereka dituntut untuk mampu melakukan praktek team building serta melakukan aktivitas komunikasi verbal.(www.kabarindonesia.com)

Short URL: https://trendmarching.or.id/read/?p=1019

Posted by on Nov 25 2008. Filed under News. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

Leave a Reply


Recently Commented