|

Tips”3K”

Banyaknya artikel yang muncul di website-website ini menambah semarak perbendaharaan kita dalam bermain musik. Demikian juga bahan-bahan bacaan yang ditawarkan berbagai ahli dalam bermain alat tiup, mengingat kompleksnya cara bermain dan cara merawat alat tersebut. Namun sampai sejauh mana kemampuan kita bermain trumpet dan apakah kemampuan kita sudah bisa dikatakan cukup sebagai pemain trumpet? Dalam artikel ini saya akan mencoba untuk tidak mengulas secara teknis permainan tiup, namun lebih kepada rutinitas dan intropeksi kemampuan kita.

Barangkali saya tidak bisa disamakan dengan Mas Eric Awuy yang kita kenal pemain trumpet handal dengan background pendidikan musik dari luar. Tujuan penulisan ini hanyalah memberi opini bagaimana cara meningkatkan kemampuan para pemain tiup di lingkungan marching band di Indonesia, mengingat bisa dibilang, kemampuan para pemain kita masih dibawah rata-rata standar pemain trumpet di dunia.

Saya pernah mengikuti World Music Contest 1997 di Kerkrade, Belanda, bersama unit saya. Ketika itu skill tiup pasukan saya masih sangat rendah, berikut peralatan tiup yang tidak memadai. Dengan berbekal modal semangat, kami pun berlaga dan bertanding dengan unit-unit di Eropa, Amerika dan Asia. Hasilnya cukup memuaskan, namun yang saya sedihkan adalah para juri, khususnya juri brass memberi opini/pendapat dan menilai bahwa kualitas brass kami sangat buruk, terutama pada Tuning dan Artikulasi. Betapa sedihnya kami dan juga saya yang telah habis-habisan berlatih menguasai semua lagu dengan sedetail mungkin (menurut kami) dan hanya diberi nilai rata-rata 6.5 untuk bagian brass
section. Juripun mendapat score/partitur lagu-lagu yang kami mainkan, sehingga dengan mudah dapat menilai dan memberi saran.

Sekembalinya kami dari Belanda dan setelah saya menilai pribadi mengenai kompetitor-kompetitor disana, memang kemampuan mereka jauh diatas band kita. Dari kualitas suara, tuning, artikulasi dan cara bermainnya, kemampuan mereka memang layak mendapatkan juara. Namun yang diherankan oleh saya, band-band yang berasal dari Thailand banyak yang memperoleh nilai tinggi, bahkan mengalahkan band di Belanda. Dan mereka juga mempunyai kualitas tiupan yang tidak bisa dianggap remeh. Hal ini diperkuat ketika saya berada di ChiangMai, Thailand bulan Desember 2001 kemarin, yang ketika itu saya melihat secara dekat konser Marching Band Chiang Mai College (SMU). Artikulasi dalam bermain, sangat sangat bersih dan lagu ‘Jingle Bells’ yang dimainkan, benar-benar ‘Jingle Bells’ seperti di kaset. Pertanyaan kemudian muncul: Mengapa Band di Indonesia belum bisa demikian?

Dari artikel saya sebelumnya telah dibahas mengenai kecenderungan pemain marching band kita dalam membawakan lagu. Kebanyakan dari mereka adalah Tuning, Artikulasi, dan, Long Notes. Dengan memakai analogi pada artikel saya sebelumnya, bernyanyi lagu ‘Yamko Rambe Yamko’ dengan suara, artikulasi berbeda menyebabkan pembawaan lagu yang kurang dapat diminati.

Apakah semua ini berawal dari kurangnya latihan meniup? Bisa jadi, mengingat banyaknya band-band di Indonesia yang memberlakukan system ‘karbit’ dimana pemain baru ‘dipaksakan’ untuk bermain dan mengikuti para seniornya dalam memainkan lagu. Hal ini berakibat kurang terbentuknya ’embouchure’ atau istilah kita ambasir pemain. Tiupanpun menjadi kurang berkualitas.

Namun apabila hampir semua band di Indonesia banyak melakukan hal yang sama, apakah ada cara lain untuk meningkatkan kemampuan pemain dengan waktu yang sempit? Barangkali memungkinkan, jika terdapat program dan
waktu latihan yang jelas dan efisien. Mungkin kebanyakan dari kita adalah meniru apa yang dicontohkan para seniornya, sehingga terbentuk metode pengajaran turun temurun. Namun perlu diingat dalam cara pengajaran ini bahwa apabila sang senior mengajarkan kepada juniornya tentang teknik yang menurut dia baik, belum tentu dapat diterima dengan baik oleh sang junior. Sehingga bisa jadi pengajaran teknik meniup malah tidak efektif.

Yang diperlukan dalam mengajarkan tehnik meniup yang benar adalah kesabaran, keuletan dan kerajinan, antara pengajar dan pemain. Ada kalanya sang junior yang sangat ingin menyamai dengan seniornya, mencoba meniup nada-nada tinggi yang menurut hemat saya sangat tidak menguntungkan bagi dirinya. Kecenderungan ingin menonjolkan ego menyebabkan para pemain kurang sabar dalam melatih apa yang disebut ‘Basic of Playing Trumpet’. Kisah ini banyak saya temui ketika para pemain baru sudah dapat mendapatkan suara yang menurut mereka suara
trumpet. Apalagi ketika itu harus menyelesaikan lagu dengan waktu yang sempit. Dengan menambah kesabaran dalam melatih not-not panjang dan not-not dasar/bawah, bisa diperoleh hasil yang cukup memuaskan. Berikut salah satu komentar seseorang tentang cara meniup tinggi yang efektif (Callet, 2002):

“Ever since I heard Buddy Rich’s band live at the age of 13, I have wanted to play double high C at the time, I did not know a trumpet could be played so high. Well that day has come !!! 3 days ago, I spent 30 minutes playing low to mid range exercises and melodies. At some point, I pulled out my lead charts and noticed G above high C came out very easy. Within this same tune a gliss up to a double C fit nicely. Gave it a try and no problem! Strong double C with clear tone!! I did this several times using my 3S mouthpiece and SuperChops .464. A few weeks ago, I mentioned to Jerry that I was shutting off the air at G. He told me to keep the tongue far forward. Although at the time, I thought I had it far forward, there was room for improvement. Once again, Jerry was right. He has the uncanny ability to correct problems without seeing you play. I saw Buddy Rich 20 years ago, wish I knew Jerry then.
Michael H. Wittkopp (Lead Trumpet “Big Band of Praise” Grand Haven, MI)”

Definisi keuletan disini barangkali bisa disamakan dengan keuletan kita dalam mengerjakan soal fisika. Ingat bahwa musik juga berasal dari teori fisika dan telah dibuktikan oleh Pythagoras (Rowley, 1999).
Sekedar referensi dalam sejarah, Pythagoras, seorang ahli fisika dari bangsa Yunani, meneliti fenomena musik dari monochord (tali/benang yang diregangkan dan diikat ujung-ujungnya agar menjadi tegang). Dari penelitian tersebut Pythagoras menghitung rasio jarak benang dengan interval musik yang didapat. Filosofi yang didapat dari sejarah ini
mengingatkan saya bahwa ternyata belajar musik itu harus seulet/setekun belajar ilmu-ilmu lain. Prof. Deviana Daudsjah (IMD, 2002) mengingatkan berkali-kali pada saya bahwa belajar bermain musik itu jauh lebih susah ketimbang belajar kedokteran atau ilmu ekonomi. Kenapa? Karena selain kita membutuhkan perasaan kita dalam belajar, juga membutuhkan intuisi dan logika dalam memainkan alat. Demikian juga dengan melatih nada-nada panjang, bermain dengan postur tubuh yang baik, dapat menciptakan suara alat tiup yang kita inginkan. Apabila materi latihan telah diberikan, namun suara trumpet kita belum maksimal, berarti ada sesuatu hal yang perlu kita perbaiki. Jangan berhenti berlatih apabila permasalahan belum selesai. “Mengapa tiupan saya suaranya jelek? Karena belum latihan not panjang. Mengapa saya belum bisa meniup tinggi? Karena belum latihan nada-nada bawah”. Disarankan untuk menggali dan menggalilagi pertanyaan dan jawaban yang belum bertemu, serta mencari bahan-bahan dari website dan literatur lainnya.

Setelah para pemain muda sudah mendapat suara-suara dalam alat tiup, sekarang tinggal memuluskan suara tersebut, dan ini sangat tergantung pada keikutsertaan para senior dalam mendampingi rutinitas junior dalam berlatih. Tidak lupa juga bahwa frekuensi kerajinan para senior dalam melatih dasar-dasar meniup juga akan dilihat oleh juniornya. Sudahbanyak pakar alat tiup yang menyarankan agar latihan ambasir dilakukan tiap hari 15-30 menit agar bibir lebih fleksibel dalam bergetar.
Apabila hal tersebut sulit untuk dilakukan, minimal 4 kali dalam 1 minggu melatih tiupan, dan lebih difokuskan pada nada-nada bawah agar mencapai tone yang baik. Mase (1997), menganjurkan 3 langkah sebagai latihan dasar dan rutin

1. Maintenance (20-30 min.)
In this part of your practice, try to briefly “hit” as many aspects of playing as possible. By doing a routine similar to the one shown onpage two, you can clearly evaluate what needs to be worked on and what doesn’t. Don’t get bogged down in this part of your practice–play many different things briefly, and use this information as the basis for what will be done in part 2 of your practice.
2. Specific Technical Practice (60-90 min.)
Assign specific technical studies for a reason. Put a date on assigned material, and do it regularly for 6-10 practice sessions. Keep a record of your assigned materials in a notebook, with the date. Try to jot down some comments on your practice in this notebook. Go on to new material after 6-10 sessions even if the material is not perfected.
Set modest goals for yourself and achieve them. Setting big goals tends to be frustrating. Improvement at anything is done in small steps—not big leaps.
3. Musical (30-45 min.)
Remember that Nos. 1 & 2 are done for a reason–to perfect a technique that will allow us to express ourselves musically in an effortless way. Technique should be improved out of a need to have more resources to use musically–not just for the sake of improvement. An enormous vocabulary is not useful unless we can express thoughts more concisely by having it.
Play easy material regularly and beautifully—without technical considerations. If an Arban song or Concone study can be done in this way, then more difficult material—like solos and orchestral excerpts–will also be able to be played easily with practice. Make technique a natural expressive tool, not an end in itself.
Play with others as often as possible. Music is a social and communicative art and we should relate musically to others easily.
Making music requires more flexibility and thought than practicing, and needs to be done regularly.

Dalam komentar diatas, saya berkesimpulan bahwa latihan tehnik lebih dipentingkan sebelum anda dapat bermain. Tidak perlu ngotot mau bermain susah, lancarkan dulu yang mudah hingga terbentuk dengan bagus suaranya. Melancarkan lip slurs, bermain etude pendek seyogyanya akan membantu bibir lebih fleksibel.

Apabila ketiga ‘K’ telah dilaksanakan, permasalahan selanjutnya bermuara pada materi. Para pembaca dapat diasumsikan mengerti bahwa materi cara bermain trumpet sudah banyak ditawarkan di website-website
sekolah musik di Amerika dan Eropa. Namun agar dapat dikondisikan dengan materi di Indonesia, focus pembicaraan lebih pada apa yang ada disini. Apakah selama ini partitur yang dapat sesuai dengan apa yang mainkan? Apakah pemanasan dan latihan yang diberikan pelatih sudah dilaksanakan dengan baik? Dan yang penting, apakah semua materi dapat dimengerti dan aplikatif dalam melakukan latihan. Semua itu akan dapat dijawab apabila para pelatih mempunyai program dan materi yang jelas bagi anak didiknya. Dengan asumsi waktu yang cukup untuk latihan, bukannya tidak mungkin kalau anak didik akan menguasai lagu dengan cepat, diikuti dengan materi yang mendukung. Saya masih beranggapan bahwa “Sebaiknya melatih pemanasan dan teknik lebih banyak ketimbang melatih lagu”. Argumen yang timbul adalah semakin sering kita melakukan latihan not panjang, tuning, ear training, dsb, semakin terbiasa para pemain dalam membaca dan memainkan alat. Tentu hal ini juga dilandasi oleh keinginan para pemain untuk meng”upgrade” permainannya.

Marko S. Hermawan

Reference:
Callet, J, 2002, Superchops Embouchure Tips, website:http://www.callet.com/lesson.htm
Mase, R., 1997, How to Practice website:http://www.geocities.com/Vienna/5905/article5.html
Rowley, G., 1999, The Book of Music, Chancellor Press, Singapore
Daudsjah, D., 2002, Institut Musik Daya; conversation session, Jakarta

Short URL: https://trendmarching.or.id/read/?p=14

Posted by on Jun 10 2002. Filed under Hornline, News. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can skip to the end and leave a response. Pinging is currently not allowed.

1 Comment for “Tips”3K””

  1. The Art Symphony

    bagaimana cara memrawat trumpet? karna klo hnya memainkan alat saja, tetapi tidak bisa merawatnya dengan baik, akan percuma saja jika trumpet itu di tiup.

Leave a Reply


Recently Commented